Islamic Widget

Minggu, 01 Agustus 2010

Budaya Merajut Kebinekaan

KEBUAYAAN merupakan getaran ekspresi kehidupan manusia. Lewat nilai budaya,segala bentuk perbedaan baik etnik,kebangsaan, iklim sosial,maupun agama dapat dijalin.



BERBEDA TAPI SATU. Anak-anak yang tergabung dalam Young Man Division membawa tari modern dengan konsep cheerleader. Mereka melakukan akrobatik dan membentuk formasi hingga empat tingkat pada pertunjukan Religious Art Festival for Peace di JITEC Mangga Dua Square, di Jakarta, Minggu (13/7).

Itulah yang menyemangati ”Religious Art Festival for Peace”digelar.Sebuah pertunjukan kebudayaan yang menampilkan berbagai kolaborasi kesenian tradisional, modern, nasional, dan internasional.

Sebuah pertukaran budaya yang diprakarsai komunitas Soka Gakkai Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dan DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia di Jakarta International Event and Convention Center (JITEC),Mangga Dua Square, Jakarta,Minggu (13/7). Konser budaya ini memang mengemas pertunjukan dari latar budaya dan agama yang berbeda.Bahkan yang menarik adalah kolaborasi budaya antarnegara, yaitu Jepang.

Selama ini, Negeri Matahari Terbit tersebut memiliki kebudayaan yang cukup mengakar di masyarakatnya. Walau 80% dari luas negaranya adalah pegunungan, namun telah menyebabkan negara tersebut menjadi salah satu negara terkaya di dunia. Jepang menjadi seperti itu tidak bisa dilepaskan dari kebersamaan bangsanya. Jepang bisa membuktikan kepada dunia bahwa kebesaran nama bangsa tidak mutlak ditentukan dari kekuasaan maupun dari sisi politik.

Sudah saatnya kebesaran suatu bangsa berasal dari budayanya yang tinggi. ”Perubahan terhadap sesuatu harus berakar pada budaya bangsa dan negara.Kita dapat mencontoh orang Jepang yang sangat bangga terhadap tradisinya.Jepang bisa membangun karakter bangsa berdasarkan budaya atau tradisi sehingga mampu berjalan tegak di muka dunia,” ujar Abdurrahman Wahid saat memberi sambutan.

Gus Dur menyatakan, sebagai putra pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU), semangat Dr Daisaku Ikeda selaku Presiden Soka Gakkai Internasional patut ditiru. Meski menganut Budisme, Ikeda juga memberikan semangat toleransi kepada semua agama. Salah satu yang dianutnya dan sampai sekarang terus berkembang di Jepang adalah kebersihan hati.Bukti nyata tersebut bisa dilihat dari pembangunan Jepang yang terus mengalami kemajuan.

Jepang bisa seperti itu karena tidak korupsi. Itu juga yang diambilnya dari semangat Restorasi Meiji. Gelaran pesta kebudayaan ini selain bertujuan membangun semangat persaudaraan dan budaya toleransi antarsesama umat beragama, juga untuk membuka pemahaman yang komprehensif akan pentingnya seni budaya religi.

Sekjen Lesbumi (PB NU) M Dienaldo mengatakan, kegiatan ini merupakan langkah strategis dalam menghidupkan kembali nilai-nilai dan semangat keagamaan yang kian rentan. Melalui seni, semoga spirit keagamaan akan tergugah dan sebagai umat beragama bisa duduk bersama dalam dialog dan menyelesaikan berbagai persoalan kemanusiaan. Keberagaman tersebut mengejawantah dalam gelaran ”Religious Art Festival for Peace”.

Selama 2,5 jam ribuan penonton dari beragam agama bersatu padu menampilkan kebudayaan masingmasing. Penampilan perdana yaitu 50 anak usia di bawah 10 tahun dari Annie Drama Musical yang mengetengahkan tari dan lagu berbahasa Inggris sembari membawa peranti kebersihan, seperti ember, lap, sapu, dan lainlain. Anak-anak ini memberi pesan bahwa semua orang harus menjaga kebersihan dengan tanpa terpaksa.

Menjaga kebersihan lingkungan harus dilakukan dengan riang gembira. Nostalgia masa lalu dilantunkan grup Angklung Bougenville Soka Gakkai Indonesia. Sekitar 20-an ibu-ibu ekspatriat menyuguhkan lagu ”Bengawan Solo” dan ”Rinduku Padamu” (ciptaan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono). Belum puas, 50 wanita tampil dengan tari Betawi.

Menariknya, walau yang menari tidak lagi muda, tidak lemah gemulai, dan salah gerakan,tapi ibu-ibu ini tetap semangat. Sebanyak 25 orang tampil dengan tari Soreng.Uniknya, tarian ini diperagakan oleh grup warga ”Setuju” yang merupakan petani dari lereng Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Mereka juga membawa ”kuda” (orangorangan) yang sempat turun ke depan panggung dan mendekati tempat duduk tamu undangan di sisi depan.

Tari modern dipersembahkan ”Colour of Unity”dengan membawa konsep seperti cheerleader.Peranti bendera dengan teriakan ramai membahana di panggung. Sempat pula mereka menggabungkan tari modern dengan tari Saman dari Aceh. Penari-penari cowok yang kebanyakan anak Indo blesteranmembawa pesan kebersamaan antartim.

Formasi susun empat pun sempat mencengangkan penonton.Terlebih saat ada dua orang yang membawa bendera merah putih dan bendera Soka Gakkai Indonesia berwarna biru, kuning,dan merah. Jakarta Taiko Club (JTC) pun mengiringi Best Indonesian Idol seperti Fandy, Steve,Wisnu, Danar, Ilham, dan Seno, serta Darma Oratmangun melantunkan lagu ”Kuasa Tuhan”, ciptaan SBY.

Kolaborasi ini menyatukan pelantun lagu muda dan tua, namun tetap mengalun dengan irama ceria. JTC juga membawakan ”Sukeroku Matsuri” sambil teriak dan berganti harmoni. Ki Ageng Ganjur membawa gamelan Jawa dan berkolaborasi dengan Taiko mengiringi lagu ”Mentari Bersinar”. Pamungkasnya, Cici Paramida melantunkan lagu berbahasa Arab dan Iwan Fals membius penonton dengan ”Dendam Damai”. (didik purwanto)

Sumber: Seputar Indonesia, Minggu, 20 Juli 2008

http://cabiklunik.blogspot.com/2008/07/budaya-merajut-kebinekaan.html

Tidak ada komentar: