Islamic Widget

Minggu, 01 Agustus 2010

Bank Syariah Belum 100% Syariah



Meskipun pertumbuhan industri perbankan syariah diyakini akan terus meningkat tetapi ada beberapa aspek yang dikhawatirkan para pemerhati perbankan syariah yang akan bertentangan dengan harapan awal pengembangan industri perbankan syariah.

Aspek Syariah

Perbedaan produk perbankan syariah dan perbankan konvensional adalah pada dasar operasinya, yaitu produk perbankan konvensional menerapkan konsep interest sedangkan produk perbankan syariah menerapkan konsep bagi hasil. Berkaitan dengan interest/ bunga yang diberikan oleh bank, jumhur ulama telah menetapkannya sebagai riba dan hukumnya adalah haram. Pada tahun 2004 Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI mengeluarkan fatwa Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Bunga. Dalam fatwa tersebut secara tegas disebutkan praktek penggunaan bunga hukumnya adalah haram baik dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Jika dilihat dari sisi penerapan praktek bagi hasil maka boleh dikatakan bank syariah telah 100% syariah.Namun,konsep syariah dalam perbankan tidak hanya berbicara mengenai konsep bagi hasil tetapi ada hal-hal yang harus diperhatikan para pelaku perbankan syariah agar operasional perbankan syariah bisa 100% syariah.
Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) mengakui saat ini industri perbankan syariah baru 30% menerapkan praktik prinsip murni syariah. Masih ada dua hambatan yang dihadapi bank syariah untuk menerapkan 100% prinsip syariah. Ketua Asbisindo A. Riawan Amin mengemukakan bahwa saat ini seluruh perbankan syariah baru menerapkan bagi hasil untuk menghilangkan bunga bank yang biasa dilakukan perbankan konvensional. Menurut beliau,perbankan syariah juga harus menghilangkan fee money dan juga aturan Giro Wajib Minimum (GWM). Kendala tersebut yang menyebabkan asset bank syariah jauh tertinggal jika dibandingkan dengan asset perbankan konvensional. (Didik Purwanto,2010: artikel “Perbankan Syariah Belum 100% Syariah” dalam Seputar Indonesia 28 April 2010)



Aspek Pertumbuhan Industri

Menurut catatan Bank Indonesia,asset perbankan syariah selama kuartal I/2010 mencapai Rp 70,8 triliun dimana nilai tersebut naik 32,5% dari pencapaian periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 47,79 triliun. Bank Indonesia memetakan tiga skenario pertumbuhan bank syariah nasional dengan perkiraan pertumbuhan hingga Rp72 triliun. Tiga skenario tersebut adalah skenario pesimistis, moderat, dan optimistis.
Skenario pesimistis dari proyeksi pertumbuhan bank syariah pada 2010 yaitu asumsi pertumbuhan berlangsung secara organik yang diproyeksikan bertumbuh 26 persen dengan total aset Rp72 triliun. Proyeksi pesimistis ini didasarkan pada beberapa indikator seperti pemulihan kondisi ekonomi domestik dan global, dan masifnya keberhasilan edukasi publik dan promosi perbankan syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Sementara itu, menurut skenario moderat, proyeksi pertumbuhan bank syariah mencapai 43 persen dengan total aset Rp97 triliun. Indikator yang digunakan pada skenario ini antara lain masuknya investor baru dengan pendirian bank Islam baru atau investasi pada bank-bank Islam di tahun 2010. Pada awal tahun 2010 ini, telah berdiri dua bank syariah baru, yaitu Bank Victoria Syariah dan Bank BCA Syariah.Kedepan,diproyeksikan akan muncul tiga bank syariah baru,yaitu Bank Jabar Banten Syariah, Bank BNI Syariah,dan Maybank Syariah. Munculnya bank-bank syariah baru ini diyakini akan mendongkrak market share perbankan syariah secara nasional.

Dari tiga skenario BI, skenario yang paling sulit dicapai adalah skenario optimistis dengan pertumbuhan mencapai 81 persen dan total aset diproyeksi hingga Rp124 triliun. Indikator yang digunakan pada skenario ini selain semua skenario asumsi moderat, juga insentif kebijakan dan peraturan moneter dan fiskal oleh pemerintah dan BI. Selain itu, indikator lain yang mendongkrak optimisme ini adalah pengembangan perbankan dan keuangan Islam menjadi program pemerintah, konversi bank milik negara menjadi syariah dan penempatan dana daerah di bank milik daerah yang sudah memiliki syariah.

Dari pencapaian asset saat ini,BI akan segera menaikkan target asset perbankan syariah secara moderat sebesar Rp 98 triliun hingga akhir tahun. Namun,jika kita melihat market share perbankan syariah yang dibandingkan dengan asset perbankan nasional dimana yang nilainya masih sekitar 2,5% maka pencapaian pertumbuhan perbankan syariah saat ini dinilai belum maksimal. Karena yang terjadi seharusnya adalah ketika pertumbuhan asset perbankan syariah mengalami kenaikan yang pesat,kenaikan market sharenya pun seharusnya mengikuti minimal perubahan kenaikan pertumbuhan asetnya.



Aspek Pengembangan Industri

Dari segi pengembangan industry,perbankan syariah saat ini dinilai oleh para pakar keuangan dan perbankan Islam sedang mengalami kehilangan arah dalam pengembangannya. Setelah 30-an tahun dunia modern Islam bangkit dengan kesadaran membangun infrastruktur ekonomi alternatif yang disebut dengan ekonomi Islam khususnya perbankan syariah, ternyata hingga saat ini bangunan Islam dalam ekonomi itu belum dapat dikatakan terlihat bentuknya apalagi jika melihat hasil kerja dari ekonomi Islam itu. Hal inilah yang kemudian menggelitik para pemikir atau pemerhati ekonomi Islam menggelar hipotesa-hipotesa mereka tentang arah pengembangan ekonomi Islam selama ini dan masa mendatang.

Prof. Muhammad Nejatullah Siddiqi gelisah melihat pembangunan ekonomi Islam hanya terkonsentrasi pada pengembangan sistem tanpa memperhatikan pembangunan manusianya menggunakan nilai-nilai moral dan akhlak Islam. Sementara Prof. Volker Nienhause menggelisahkan pembangunan sektor keuangan Islam yang hakikatnya tidak berbeda dengan konvensional. Sementara Nienhause mengungkapkan kegundahannya melihat perkembangan industri keuangan Islam yang bentuk akhirnya saat ini tidak dapat dibedakan dengan konvensional, kecuali istilahnya yang menggunakan bahasa arab.

Kecenderungan mimicri dengan konvensional pada level produk, governance, regulasi, dan lain sebagainya membuat industri keuangan Islam membentuk sistemnya terekspose pada risiko yang sama dengan risiko yang dihadapi konvensional. Alih-alih memiliki karakteristik kuat dalam menstabilkan sistem keuangan dan berkontribusi dominan pada pertumbuhan ekonomi, keuangan Islam semakin menguatkan karakter ketidakstabilan sistem keuangan.

Dr. Mohammad Obaidullah menilai salah satu kelemahan industri keuangan terletak pada mekanisme fatwa dalam menjustifikasi transaksi-transaksi keuangan. Ruang lingkup interpretasi yang sangat luas dan beragam serta menyediakan ruang pula pada interpretasi yang kontradiktif, membuat fatwa menjadi sekedar alat dalam membenarkan praktek konvensional masuk ke sendi-sendi sistem keuangan Islam.

http://isefsebi.isgreat.org/home2/item/50-perbankan-syariah-harapan-dan-realita

Tidak ada komentar: